By Mahesa Jundulloh
Kamis, 27 November 2014
Tersebutlah
seorang pemuda, anggap saja bernama akh Parlan. Usianya masih belia.
Tak ada yang berbeda dengan kebanyakan anak muda Jakarta. Tampilannya
masih seperti mahasiswa, tapi tampilan bisa saja menipu bukan? Kadang
dan kerapkali dia memakai celana jeans dan mengenakan tas ransel hitam.
Waktu
menunjukan pukul tujuh malam. Akh Parlan rupanya baru pulang dari
sebuah kampus ternama, kampus perjuangan di kota Depok. Usut punya usut
ia baru saja selesai menghadiri acara talkshow dengan Pembicara Ustadz
Efendi Antar, Lc (Ketua Badan Perwakilan Tahfidz Al Qur'an Internasional
di Indonesia) dan Ustadzah Sarmini, Lc (Doktor, alumnus
International University of Africa dan penulis buku "Alhamdulillah
Balitaku Khatam Qur'an").
Ternyata
kondisi fisiknya yang masih lunglai akibat sakit tak menyurutkan
langkahnya untuk beranjak dari pembaringannya menuju tempat menuntut
ilmu. Ilmu yang benar-benar sedang ia azamkan untuk dapat dihimpun,
dipelajari dan diterapkan, yakni ilmu tentang mengapa seorang muslim
harus banyak berinteraksi dengan Al Qur'an.
Sebagai
pengguna setia moda transportasi umum, akh Parlan ini merasa
menikmatinya. Bukan hanya agar ia punya banyak waktu untuk berinteraksi
dengan orang lain dan mempelajari bagaimana seharusnya bermuamalah, dia
selalu ingin menemukan banyak momen yang penuh ibroh yang bisa ia
jadikan inspirasi tulisan atau bahkan agar waktu perjalanannya dapat ia
gunakan untuk menghafal atau membaca Al Qur’an atau kitab lainnya.
Kali
ini
safar dari Depok menuju Jakarta, ia menggunakan jasa angkutan commuter
line kereta api listrik Jabodetabek. Ba'da sholat magrib berjamaah di
masjid UI, ia bergegas menuju stasiun kampus. Alhamdulillah tak perlu
lama menunggu, kereta pun datang sehingga ia bisa tiba dan turun di
stasiun Cawang sebelum pukul tujuh malam. Adzan isya saat itu belum
berkumandang.
Di stasiun Cawang Akh Parlan lantas langsung saja mengambil air wudhu dan berjalan menuju Musholla yang baru. Tempatnya leluasa.
"Maaf,
Pak. Apakah waktu isya sudah masuk Pak?", tanya Parlan pada sesama
musafir yang lebih dulu duduk di pojok kanan Musholla bagian depan dan
menghadap kiblat. Parlan tak sempat menanyakan nama beliau. Yang jelas,
lelaki usia berusia paruh baya nampak sekali keislamannya secara dzohir
karena mengenakan peci, tengah memegang mushaf Al Qur'an kecil miliknya,
dan celana yang tidak
isbal.
Baru
saja ia menghadiri talkshow tentang menjadi generasi Al Qur'an dan
Allah menghadiahi Parlan untuk berjumpa dengan musafir ini. Sebuah
pemandangan indah dan decak syukur Parlan melihat bapak paruh baya itu
sangat khidmat tengah muroja'ah sendiri hafalannya. Parlan duduk tepat
duduk di sebelah kirinya, jaraknya tak lebih dari satu langkah.
"Sepertinya
belum karena belum terdengar Adzan", jawabnya dengan nada santun sambil
menoleh ke belakang dan melihat jam dinding yang tergantung di tembok
belakang.
Musholla
ini memang terlihat seperti musholla dadakan karena bertempat di lokasi
antrian tiket kereta yang tak lagi berfungsi. Sisi kanannya terlihat
ada jendela-jendela kaca untuk penukaran tiket manual, bagian depannya
seperti pagar rumah atau sel penjara berjeruji besi serta menempel
sehelai kain di bagian depan imam. Di
balik jeruji besi luar terlihat calon penumpang kereta yang tengah lalu
lalang. Sementara itu, sisi kirinya terbuka terbuka lebar untuk masuk
Musholla, sedangkan sisi belakang adalah tembok bercat putih.
Sembari
menunggu waktu isya, Parlan pun turut muroja'ah hafalan Al Qur’an.
Parlan dan bapak paruh baya terlihat khusyuk dengan ayat-ayat Allah.
Parlan tatkala itu sedang tidak membawa mushaf, tetapi bersyukur ada
aplikasi Al Qur’an di telepon genggamnya.
Dengan
suara lirih keduanya sibuk dengan hafalannya. Parlan nampak beberapa
kali melihat aplikasi Al Qur'an untuk memastikan apa yang ia baca benar.
Begitu pun bapak paruh baya itu beberapa kali membuka dan menutup
mushaf yang dipegangnya.
Parlan
nampak kesusahan saat mengingat hampir bagian akhir Qs. Al Mulk sebelum
lanjut muroja'ah Qs Al Qolam. Berkali-kali ia mengulangi, tapi
tetap saja ada bagian yang terlupa. Berkali-kali itu juga ia membuka hp
nya. Nampaknya perjuangannya sama dengan perjuangan anak balita yang
sedang tertatih melafalkan huruf "R".
Glek..
Tiba-tiba baterai telepon genggamnya mati. Baterainya memang tadi
hanya bersisa 2 persen. Parlan agak kebingungan karena tak ada power
bank yang bisa digunakan. Di dalam musholla pun tak nampak ada stop
contact yang bisa digunakan.
Ditengah
kesulitan dan kebingungannya mengingat-ingat ayat apa yang harus ia
baca, ternyata Allah memberikan pertolongan. Bapak paruh baya yang duduk
di sampingnya, tiba-tiba menghentikan muroja'ahnya.
"Sedang muroja'ah ya mas?", katanya pada Parlan.
"Betul Pak", sahut Parlan.
"Kalau begitu, mungkin bisa saya bantu. Bisa muroja'ah dengan saya. Tadi sampai ayat apa Mas?", tanya Bapak paruh baya pada
Parlan.
"Mulai dari Al Mulk ayat 13 sampai akhir saja ya Pak. terima kasih", jawab Parlan.
Akhirnya
keduanya saling duduk menghadap. Parlan pun perlahan demi perlahan
melafalkan ayat-ayat itu. Sementara, bapak paruh baya itu terlihat
serius memandang Al Qur’an yang ia pegang.
Allohu
akbar.. Inilah yang namanya ukhuwah islamiyah. Ukhuwah islamiyah yang
didasari kecintaan kepada Allah. Keduanya tak pernah berjumpa tetapi
terikat oleh ikatan akidah yang lurus. Jika sudah begitu, sikap ta'awun
atau saling menolong pun akan tumbuh. Begitu indah.... Lebih indah dari
sekedar ikatan darah atau tanah kelahiran... Innamal mu'minuna ikhwah..
Sesungguhnya antar umat mu'min itu bersaudara.
Allah berfirman:
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ
إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
(QS. At Taubah: 71)
Waktu
terus bergulir. Keduanya dan yang
lainpun pun mengerjakan sholat isya berjamaah. Bapak paruh baya yang
tawadhu tadi menjadi imam. Suaranya begitu merdu. Bacaan Qs Annaba di
rakaat pertama dan kedua terdengar begitu indah.
Ba'da
sholat keduanya berpisah. Belum sempat saling sapa kembali karena
ketika Parlan tengah menunaikan sholat sunah ba'diyah, bapak paruh baya
tadi sudah meninggalkan musholla. Semoga keduanya bisa berjumpa lagi
kelak di surga Allah bersama para Hafidz dan hafidzoh Al Qur’an..
Aamiin.
No comments:
Post a Comment